If I say I love you, will you stay?
"Lagian lo sih, udah dibilangin jangan masuk malah masuk"
Ingatkah kalian bahwa aku masuk menuju kamar mandi terdekat dan keluar dalam keadaan dihadang oleh sesosok lelaki jangkung yang, tampan? Pertama kali melihatnya, aku memang sedikit terpesona. Hm, sebenarnya lumayan terpesona sih. Tapi kemudian pikiranku melayang kemana-mana karena posisinya yang tepat di depan pintu kamar mandi yang aku masuki.
Jangan-jangan dia ngintipin aku, lagi.
Dengan penuh keberanian, aku berkata "L-lo ngintipin gue ya? Liat apa aja lo tadi?". Laki-laki itu hanya tersenyum sambil menunjuk ke atas pintu. "KAMAR MANDI PUTRA"
O M G.
Lelaki itu tersenyum. "Adek salah masuk kamar mandi. Ini kamar mandi untuk laki-laki. Kalau yang untuk perempuan tempatnya disana". Dia menunjuk ke arah seberang sana. Sepertinya wajahku memerah seketika tau bahwa ternyata aku yang salah. Setelah meminta maaf, aku pergi mencari dimana gerangan Nami berada.
Kemana perginya Nami? Rupanya dia pergi ke kamar mandi putri karena takut menunggu di depan kamar mandi putra. Takut ketahuan Ustad terus dimarahi, katanya. Well, aku maafkan dia kali ini.
"Yah habis mau gimana lagi, Nam? Namanya juga kebelet pasti langsung nyelonong ke kamar mandi terdekat, lah"
Lengang sejenak.
"Eh Nam, yang tadi nunggu di depan kamar mandi gue itu siapa sih?"
"Oh. Dia itu santri alumni yang ngabdi di sini. Baru lulus tahun kemarin kalo gue gak salah."
Merupakan sebuah kemajuan yang hebat kalau seorang Nami lebih dulu mengetahui hal yang belum aku tau. "Kok lo tau?"
Dia berdeham. "Hellow, kan tiap jam kosong kita selalu ngomongin dia. Emangnya lo tidur aja kerjaannya gak beda jauh sama Anis". Dalam hati aku sedikit menyesal karena tidak ikut bergosip ria dengan yang lain ketika jam kosong. Tapi hei, bukannya tidur itu lebih baik dari melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat seperti bergosip?
Yah, sayangnya dia tidak pernah mengajar di kelas kami. Setidaknya, belum. Dan memang benar teman-temanku membicarakan dia selalu. Yang aku tidak habis pikir adalah, kenapa aku sampai tidak tahu?
"Itu karena lo gak menikmati hidup disini, Ba", ucap Ziya. Dia mengerling. "Dibawa enjoy aja". Kalimat ini ada benarnya juga. Sejak awal aku memang tidak bersemangat mengikuti kegiatan ini. Saking tidak semangatnya sampai-sampai dianggap tidak enak badan oleh teman-temanku.
"Dan lo baru tau sekarang, Ba? Kudet kudet".
"Gak asik lo Ba".
"Udah banyak lho yang suka sama dia".
"Dan lo baru tau sekarang, Ba? Kudet kudet".
"Lo sih tidur mulu kerjaannya".
"Makanya jangan keseringan tidur".
"Dan lo baru tau sekarang, Ba? Kudet kudet".
"Lo udah tiga kali ngomong gitu, Nam", kataku pada akhirnya setelah terdiam cukup lama.
"Sekarang giliran gue tanya sama lo: kenapa lo sepanjang hari ini tanya-tanya mulu tentang Ustad pengabdian itu?", Anis menginterogasi. Seakan lampu dihadapkan ke arahku, aku tidak bisa berkutik banyak.
Lengang sejenak.
"Jawab, Ba."
"Y-yah kan secara gue baru tau tentang itu Ustad. Gak salah kan kalo gue cari informasi?"
Teman-temanku menatapku tidak percaya.
Dalam pertemanan kami, cinta adalah masalah yang krusial. Bisa dikatakan kami adalah orang-orang yang terlambat mengalami pubertas sehingga tidak begitu memahami cinta.
"Jangan-jangan..."
"Lo jatuh cinta ya, Ba?"
Oh, damn.
"Lagian lo sih, udah dibilangin jangan masuk malah masuk"
Ingatkah kalian bahwa aku masuk menuju kamar mandi terdekat dan keluar dalam keadaan dihadang oleh sesosok lelaki jangkung yang, tampan? Pertama kali melihatnya, aku memang sedikit terpesona. Hm, sebenarnya lumayan terpesona sih. Tapi kemudian pikiranku melayang kemana-mana karena posisinya yang tepat di depan pintu kamar mandi yang aku masuki.
Jangan-jangan dia ngintipin aku, lagi.
Dengan penuh keberanian, aku berkata "L-lo ngintipin gue ya? Liat apa aja lo tadi?". Laki-laki itu hanya tersenyum sambil menunjuk ke atas pintu. "KAMAR MANDI PUTRA"
O M G.
Lelaki itu tersenyum. "Adek salah masuk kamar mandi. Ini kamar mandi untuk laki-laki. Kalau yang untuk perempuan tempatnya disana". Dia menunjuk ke arah seberang sana. Sepertinya wajahku memerah seketika tau bahwa ternyata aku yang salah. Setelah meminta maaf, aku pergi mencari dimana gerangan Nami berada.
Kemana perginya Nami? Rupanya dia pergi ke kamar mandi putri karena takut menunggu di depan kamar mandi putra. Takut ketahuan Ustad terus dimarahi, katanya. Well, aku maafkan dia kali ini.
"Yah habis mau gimana lagi, Nam? Namanya juga kebelet pasti langsung nyelonong ke kamar mandi terdekat, lah"
Lengang sejenak.
"Eh Nam, yang tadi nunggu di depan kamar mandi gue itu siapa sih?"
"Oh. Dia itu santri alumni yang ngabdi di sini. Baru lulus tahun kemarin kalo gue gak salah."
Merupakan sebuah kemajuan yang hebat kalau seorang Nami lebih dulu mengetahui hal yang belum aku tau. "Kok lo tau?"
Dia berdeham. "Hellow, kan tiap jam kosong kita selalu ngomongin dia. Emangnya lo tidur aja kerjaannya gak beda jauh sama Anis". Dalam hati aku sedikit menyesal karena tidak ikut bergosip ria dengan yang lain ketika jam kosong. Tapi hei, bukannya tidur itu lebih baik dari melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat seperti bergosip?
Yah, sayangnya dia tidak pernah mengajar di kelas kami. Setidaknya, belum. Dan memang benar teman-temanku membicarakan dia selalu. Yang aku tidak habis pikir adalah, kenapa aku sampai tidak tahu?
"Itu karena lo gak menikmati hidup disini, Ba", ucap Ziya. Dia mengerling. "Dibawa enjoy aja". Kalimat ini ada benarnya juga. Sejak awal aku memang tidak bersemangat mengikuti kegiatan ini. Saking tidak semangatnya sampai-sampai dianggap tidak enak badan oleh teman-temanku.
"Dan lo baru tau sekarang, Ba? Kudet kudet".
"Gak asik lo Ba".
"Udah banyak lho yang suka sama dia".
"Dan lo baru tau sekarang, Ba? Kudet kudet".
"Lo sih tidur mulu kerjaannya".
"Makanya jangan keseringan tidur".
"Dan lo baru tau sekarang, Ba? Kudet kudet".
"Lo udah tiga kali ngomong gitu, Nam", kataku pada akhirnya setelah terdiam cukup lama.
"Sekarang giliran gue tanya sama lo: kenapa lo sepanjang hari ini tanya-tanya mulu tentang Ustad pengabdian itu?", Anis menginterogasi. Seakan lampu dihadapkan ke arahku, aku tidak bisa berkutik banyak.
Lengang sejenak.
"Jawab, Ba."
"Y-yah kan secara gue baru tau tentang itu Ustad. Gak salah kan kalo gue cari informasi?"
Teman-temanku menatapku tidak percaya.
Dalam pertemanan kami, cinta adalah masalah yang krusial. Bisa dikatakan kami adalah orang-orang yang terlambat mengalami pubertas sehingga tidak begitu memahami cinta.
"Jangan-jangan..."
"Lo jatuh cinta ya, Ba?"
Oh, damn.