Jumat, 18 Juli 2014

Balada Pesantren Kilat : Hari Pertama

Masih terbayang jelas wajahmu saat aku pertama melihatmu.

"Cieee yang lagi jatuh cintaaa", Nami, Anis, dan Ziya menertawaiku. Yah memang, laki-laki yang aku kusukai ini berbeda dari pria-pria sebelumnya yang pernah aku sukai. Dia bukan pemain basket seperti Niko. Dia juga bukan ketua OSIS seperti Reza. Dan dia juga bukan seorang komikus seperti Arta. Tidak, dia SANGAT BERBEDA dari laki-laki lain yang pernah kujumpai.

"Eh, tapi kemungkinan lo pacaran kecil banget dong, Ba. Dia kan...", Nami tidak menyelesaikan kalimatnya karena dia sudah terlanjur tertawa. Dan biasanya kalau sudah tertawa susah sekali bagi Nami untuk menghentikannya.

"So what's wrong? Gak ada salahnya kan suka sama cowok macem dia? Sekali-kali be different-lah", belaku. Terkadang sahabat bisa jadi sangat menyebalkan.

Anis-lah yang paling pertama berhasil menyelesaikan tawanya. "Udah... Udah, gak usah diperpanjang. Mungkin emang saat ini Adiba lagi pingin 'cari' yang beda. Selera kan bisa berubah, ya nggak Ba?"

"Bener banget tuh makanya kalian gak usah deh ngetawain gue ntar kalian kena batunya sendiri aja awas lo!". Dalam hati aku berterimakasih pada Anis dan melaknat Nami dan Ziya yang masih tertawa. Bahkan Ziya mulai meneteskan air mata saking 'lucunya'.

Huh, menyebalkan.

***
Semua bermula dari acara tahunan yang selalu diadakan sekolah kami setiap bulan Ramadhan. Yap, pesantren kilat. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya pula, pesantren kilat selalu diadakan di Pondok Pesantren "AS-SHAHIH" yang lokasinya memang tidak begitu jauh dari sekolah kami. Biasanya kami menginap disana selama 5 hari untuk digembleng pengetahuan agamanya. Pengajarnya bisa Ustadz, Ustadzah, ataupun santri yang dinilai oleh Asatidz (sebutan untuk Ustadz/Ustadzah dalam jumlah banyak. Sama saja dengan 'Teachers' dalam Bahasa Inggris atau 'para Guru' dalam Bahasa Indonesia) memiliki pemahaman agama diatas rata-rata santri yang lain (mungkin ilmu agamanya hampir menyamai ilmunya Ustadz, whatever). Selama 5 hari itu pula kami mempelajari kehidupan di pondok pesantren mulai dari antri makan, mandi, pun kencing kadang kita mengantri. Menyebalkan memang, tapi aku sedikit bersyukur karena Ponpes ini lebih bersih dan rapi daripada ponpes-ponpes yang lain. Well, setidaknya.

Kami menempati kamar-kamar kosong yang sudah disediakan oleh ponpes ini. Ya, ponpes ini memang sudah memulangkan para santrinya pada pertengahan Ramadhan kemarin, 2 hari yang lalu lebih tepatnya. Jadi di ponpes ini hanya tersisa Asatidz yang memang tinggal di ponpes ini dan beberapa santri yang bermukim sampai lebaran. Nah, santri yang mukim inilah yang biasanya mengajar kami selama pesantren kilat berlangsung.

Hari pertama pesantren kilat, sangat membosankan. Bahkan aku sempat dibangunkan oleh Ustadzah yang mengajar kami waktu itu karena aku tertidur. Alhasil karena kejadian itu teman-teman sekelaskupun tertawa.

Dan ini bukanlah permulaan yang menyenangkan, kau tahu.

"Ba, tidur gih. Lo keliatan gak fit sih hari ini?", Nami bertanya.

"Hm? Gue gak pa-pa kok. Cuma kecapekan dikit aja"

"Muka lo pucat loh. Mending lo batalin puasa lo deh"

"Bener tuh kata Nami. Terus lo minta obat di UKP", timpal Ziya. FYI, UKP adalah kepanjangan dari Unit Kesehatan Pondok. Kalo di sekolah non-asrama biasa mennyebutnya UKS.

"Iya kita anter lo ke UKP, ya?"

"Lebay banget sih lo pada. Gue gak pa-pa kok. Lagian kalo mau batalin juga nanggung udah sore kek gini"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar